Kamis, 14 April 2016

Penyakit Akibat Kerja

Kondisi lingkungan kerja, pemakaian mesin-mesin dan bahan-bahan berbahaya, zat kimia beracun, tuntutan pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik dan psikis, telah menjadikan seseorang yang bekerja berhadapan dengan kemungkinan yang makin besar terkena resiko penyakit yang disebabkan pekerjaan dan jabatannya. Faktor bahaya di tempat kerja dapat menyebabkan penyakit pada tenaga kerja secara langsung maupun secara tidak langsung. Selain itu sebagai masyarakat, tenaga kerja juga dapat menderita penyakit yang didapat di luar tempat kerja.
Terdapat 2 (dua) istilah terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan hubungan kerja yaitu : penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational diseases dan penyakit akibat hubungan kerja (PAHK) atau Work related diseases.

A. Penyakit Akibat Kerja (Occupational diseases)
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Definisi PAK menurut ILO tahun 1996 : ” Penyakit akibat kerja (Occupational disease) yaitu penyakit yang diderita sebagai akibat pemajanan terhadap faktor-faktor resiko yang timbul dari kegiatan bekerja.
Dalam peraturan perundangan di Indonesia, terdapat 2 (dua) istilah dari penyakit akibat kerja, yaitu :
1)    Permennaker No. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja : ”Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja".
2)    Penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Keppres R.I No. 22 tahun 1993) : " Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja".

B. Penyakitakibat hubungan kerja (PAHK) atau Work related diseases
Penyakit akibat hubungan kerja(Work related diseases) atau penyakit terkait kerja, yaitu penyakit yang dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan. Dalam hal ini faktor pekerjaan bukan menjadi penyebab dasar, penyebab dasarnya diperoleh di luar tempat kerja sedangkan faktor di tempat kerja hanya memperberat, atau memicu timbul/kekambuhannya, sehingga penyebabnya sering terdiri dari beberapa faktor (multi faktor).
Contoh :
·        Seorang tenaga kerja yangmemiliki faktor keturunan penyakit asma, setelah bekerja di tempat kerja yang berdebu mengalami penyakit asmaatau mengalami kekambuhan penyakit asma yang pernah dialami sebelumnya.
·        Seorang tenaga kerja di tempat kerja yang kebisingannya tinggi menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah penyakit terkait kerja, bukan PAK, karena faktor penyebab hipertensi bersifat multi faktor, sedangkan kebisingan yang tinggi hanya salah satu faktor yang memperberat.

               Dengan demikian terdapat 2 (dua) kelompok penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang harus dibedakan, yaitu penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit terkait kerja. PAK adalah penyakit yang secara jelas semata-mata disebabkan oleh penyebab dari pekerjaan atau lingkungan kerja. Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan adalah penyakit yang penyebab utama atau penyebab dasarnya bukan faktor pekerjaan atau lingkungan kerja, tetapi dapat diperberat olehnya.

Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

a.    Faktor fisik.
      Faktor fisik misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa menyebabkan ketulian, temperatur/suhu yang tinggi dapat menyebabkan berbagai keluhan dan penyakit mulai dari yang ringan sampai berat misalnya; hyperpireksi, heat cramp, heat exhaustion, heat stroke, yang hal ini diakibatkan oleh keluarnya cairan tubuh dan elektrolit yang berlebihan dari tubuh tenaga kerja. Faktor fisik lain adalah radiasi sinar elektromagnetik misalnya; sinar infra merah menyebabkan katarak, ultra violet menyebabkan conjungtivitis. Tekanan udara yang tinggi menyebabkan Caisson's Disease, penerangan mempengaruhi daya penglihatan dan getaran menyebabkan Reynaud's disease (penyempitan pembuluh darah).

b.    Faktor Kimia.
      Di dalam berbagai jenis industri misalnya industri pupuk, pestisida, kertas, pengolahan minyak, gas bumi, obat-obatan dan lain sebagainya, banyak mempergunakan bahan kimia sebagai bahan baku maupun bahan pembantu dan atau memproduksi bahan kimia yang langsung dipakai oleh masyarakat. Penggunaan bahan kimia tersebut berpotensi menimbulkan bahaya misalnya kebakaran, peledakan, iritasi dan keracunan. Dilaporkan terdapat 70% penyakit akibat kerja disebabkan oleh bahan kimia yang yang masuk melalui pernafasan, kulit maupun termakan. Bahan kimia tersebut dapat berupa zat padat, cair, gas, uap maupun partikel. Masuknya bahan kimia ke dalam tubuh dapat secara akut maupun kronis. Keracunan akut sebagi akibat absorbsi bahan kimia yang dalam jumlah besar dan waktu yang pendek dapat berupa keracunan gas, karbon monoksida (CO), asam cianida (HCN). Keracunan kronis adalah absorbsi zat kimia dalam jumlah sedikit tetapi dalam waktu yang lama, dapat berupa keracunan benzene, uap Pb yang dapat berakibat leukemia, keracunan zat karsinogenik dapat menyebabkan kanker.

c.    Faktor Biologi.
      Berbagai Faktor biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing, jamur dan lain-lain, dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Dilaporkan adanya pekerja yang menderita penyakit malaria, filariasis pada pekerja di lapangan, penyakit hepatitis, tbc pada petugas kesehatan dan lain-lain.

d.    Faktor Fisiologi (Ergonomi).
      Akibat posisi kerja/cara kerja yang salah seperti bekerja dengan membungkuk akan menyebabkan sakit otot, sakit pinggang dan cedera punggung, juga dapat mengakibatkan perubahan bentuk tubuh. Pada kontruksi mesin yang kurang baik juga akan menyebabkan berbagai penyakit akibat kerja.
e.    Faktor Psikososial.
      Berbagai keadaan misalnya suasana kerja yang monoton, hubungan kerja yang kurang baik, upah yang kurang, tempat kerja yang terpencil dapat berpengaruh terhadap pekerja yaitu menimbulkan stress yang manifestasinya antara lain berupa perubahan tingkah laku, tidak bisa membuat keputusan, tekanan darah meningkat, yang selanjutanya dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain atau terjadinya kecelakaan kerja.
      Selain faktor penyebab sebagaimana tersebut di atas, terdapat faktor lain yang mempengaruhi terjadinya PAK, yaitu :
1)    Kerentanan Individu
2)    Adanya kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition)
3)    Adanya tindakan tidak aman (unsafe action)

4)    Manajemen K3 yang kurang baik.

1.     JENIS-JENIS PAK
            Sepertihalnya penyakit pada umumnya, penyakit akibat kerja juga dapat menyebabkan gangguan pada seluruh organ atau bagian tubuh. Dengan demikian jenis-jenis PAK dapat dibedakan berdasarkan organ yang terkena (target organ).

a.    Penyakit Kulit dan Penyakit paru.
      Kulit dan paru-paru dan organ pernafasan lainnya sering menjadi organ sasaran (targen organ) PAK yang berupa penyakit alergi/hipersensitivitas, antara lainpada hidung dan rongga tulang sekitar hidung/sinus berupa rinitis, rinosinusitis; pada paru-paru dan batang tenggorok/bronkus berupa asma, pneumonitis/alveolitis ekstrinsik alergi, aspergilosis; pada kulit berupa dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan, hipersensitivitas lateks, penyakit jamur dll.
      Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit akibat hubungan kerja yang paling sering ditemukan. Dermatitis kontak ada 2 jenis yaitu dermatitis kontak iritan dan alergi. Kedua jenis dermatitis ini dapat menjadi kronik bila penyebabnya tidak diketahui dan tidak disingkirkan.
      Contoh beberapa penyakit paru akibat kerja adalah asma, bisinosis, alviolitis alergi, bronchitis kronis, emfisema, karsinoma bronkus, fibrosis noduler atau difus, sarkoidosis, tuberkulosis, pneumonitis, pneumonia, fibrosis pleura atau mesotelioma.

b.    Penyakit hati dan gastro-intestinal (lambung danusus)
      Meskipun jarang dilaporkan, berbagai penyakit hati dapat ditimbulkan akibat kerja misalnya kanker hati akibat uap vinilklorid. Prevalensi kanker lambung dan oesofagus meningkat pada karyawan vulkanisasi karet dan tambang batu bara. Hati berfungsi dalam transformasi bahan kimia yang larut dalam lipid dan menjadikannya bahan yang larut dalam air. Proses ini biasanya menghasilkan bahan yang kurang toksik, tetapi dapat terjadi sebaliknya.

c.    Penyakit saluran urogenital (saluran kemih & organ reproduksi).
      Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat paparan dengan uap logam (cadmium, merkury, timah hitam), pelarut organik dan pestisida. Carbon tetrachloride dan berbagai bahan pelarut lainnya dapat menimbulkan kerusakan jaringan ginjal (nefron) dan gagal ginjal kronik. Kanker vesika urinaria (kandung kemih) dapat ditemukan pada pekerja industri karet dan pekerja manufaktur dan penggunaan bahan pewarna organik misalnya benzidin. Benzidin dan 2-naphthylamin oleh hati dikonversi menjadi bahan karsinogen yang dikeluarkan melalui urin dan dapat menimbulkan keganasan pada kandung kemih.
      Gangguan kesuburan (infertilitas), keguguran dan kelainan janin/fetus kadang dapat terjadi oleh bahan dalam lingkungan kerja. Kerja fisis selama hamil, paparan radiasi mengion, timah hitam (pada pria dan wanita), merkuri organik (pada wanita) dapat menimbulkan gangguan reproduksi.

d.    Penyakit hematologik (darah).
      Meskipun jarang, bahan toksik di lingkungan kerja dapat menimbulkan berbagai gangguan hematologik. Kolik abdominal (kejang perut), paralisis saraf motoris (kelumpuhan) dan anemia dapat terjadi oleh paparan uap Pb diatas 40 ug/ 100 ml.

e.    Penyakit kardiovaskuler (jantung dan saluran darah).
      Pada pekerja yang terpapar dengan karbon disulfida dan viscose rayon, ditemukan peningkatan kematian oleh penyakit jantung koroner. Resiko tinggi nyeri dada akibat jantung (angina) dan kematian jaringan jantung (infark myocard) ditemukan pada pekerja yang terpapar dengan nitrat seperti gliceryl trinitrat dan ethyline glycol dinitrate, misalnya pada manufaktur bahan peledak dan obat-obatan. Paparan dengan bahan pelarut organik halogen seperti trichloroethyline dapat menimbulkan kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel.

f.     Penyakit muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh)
      Sindroma Raynaud atau vibration white finger disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah (spasme vaskuler) sebagai akibat dari gangguan alat kerja yang bergetar antara 20 - 400 Hz. Carpal tunnel syndrome  berupa parestesi pada nervus medianus dapat ditimbulkan oleh tekanan yang berulang-ulang pada tangan  (palmar dan pergelangan) sewaktu kerja.
      Gangguan padapunggung dan dan tulang belakang misalnya nyeri pinggang atau low back pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan kebanyakan gangguan ortopedis lain sering terjadi akibat pekerjaan fisik yang berat (mengangkat beban, mendorong, menahan beban dll.) yang kurang memperhatikan prinsip ergonomi kerja.

g.    Gangguan pada organ pendengaran (telinga)
        Gangguan pendengaran sering terjadi akibat paparan kebisingan yang tinggi. Kebisingan sangat tinggi dalam waktu singkat dapat memecahkan selaput pendengaran (membrana tymphani), sedangkan paparan kebisingan dalam jangka lama sering mengakibatkan kehilangan pendengaran (noise induced hearing loss).
    Kehilangan pendengaran akibat bising dapat bersifat sementara (temporary) yang masih dapat disembuhkan, dan dapat bersifat permanen yang tidak dapat disembuhkan. Gangguan pendengaran lain akibat bising dapat berupa telinga terasa berdenging (tinitus).
Gangguan pendengaran yang belum permanen dapat disembuhkandengan memindahkan pekerja ke tempat kerja yang tidak/kurang bising. Tanda-tanda gangguan pendengaran akibat bising antara lain dini ialah kesulitan untuk mengikuti percakapan di tempat yang ramai dan tidak menyukai percakapan orang banyak.

h.    Gangguan pada organ penglihatan (mata)
      Gangguan pada mata antara lain adalah katarak akibat sinar inframerah, radang selaput mata (conjungtivitis) akibat sinar ultra violet dan penurunan tajam penglihatan (visus) akibat tempat kerja kurang pencahayaan.
      Rasa sakit pada mata dapat disebabkan oleh karena penataan pencahayaan tempat kerja yang buruk. Mata gatal sering ditemukan pada karyawan terpapar dengan bahan organik asal hewan dan debu asal padi-padian. Reaksi iritasi non-alergi dapat ditimbulkan oleh chlor dan formaldehid.

i.      Gangguan susunan syaraf
      Painting, carpet-tile lining, laboratorium kimia, paparan petrolium dan oli merupakan tempat kerja yang mengandung resiko terjadinya gangguan saraf. Gejalanya dapat berupa pusing, tidak dapat konsentrasi, sering lupa, depresi, demensia, neuropati perifer (kesemutan), ataksia serebelar dan penyakit motor neuron (kelumpuhan).

j.      Stres
      Stres di tempat kerja dapat menyebabkangangguan kejiwaan (psikis) misalnya kecemasan (ansietas), depresi ringan sampai berat, psikosis dan psikosomatis.

k.    Infeksi
      Infeksi akibat kerja dapat terjadi pada pekerja di laboratorium klinik (misalnya hepatitis virus, TBC, HIV/AIDS). Pekerja di ruangan ber AC dilaporkan dapat menimbulkan infeksi kuman Legionella yang dapat menimbulkan pneumonia (radang paru-paru). Infeksi kuman leptospira dapat terjadi pada petani dan sering menimbulkan kematian akibat gagal hepatorenal, kuman brucella pada peternak dan dokter hewan.

l.      Keracunan (intoksikasi)
      Keracunan di tempat kerja sering terjadi bersifat kronik akibat paparan dengan bahan kimia dalam jangka lama misalnya logam berat (timah hitam, kadmium, merkuri) organik solven (benzen, toluen, xilene), pestisida dan larutannya. Keracunan akut terjadi bila dalam waktu pendek terpapar bahankimia dalam jumlah atau konsentrasi yang besar.
      Petani sering terkontaminasi dengan insektisida yang mengandung carbamat atu organophosphate dan menunjukkan tanda keracunan antikolinesterase dengan gejala antara lain gangguan visus, lemah, keringatan, tremor, sakit kepala dan rasa mabuk danmuntah-muntah. 
2.     DETEKSIPENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)
            Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Oleh karena itu, untuk mendeteksi atau mendiagnosa PAK perlu dilakukan 2 hal yaitu monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan kesehatan dan pemantauan/monitoring lingkungan kerja terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan tenaga kerja. Pemantauan lingkungankerja dapat dilengkapi dengan pemeriksaan kadar pajanan di dalam tubuh tenaga kerja yang dapat diukur dari sampel darah,urine, rambut dan kuku.
            Pemantauan lingkungan kerja harus dilakukan melalui pengukuran kwantitatif dengan peralatan lapangan atau analisa laboratorium agar diperoleh data yang obyektif. Kadang kala pemantauan lingkungan kerja dapat dilakukan secara subyektif.

3.     DAMPAK PAK        
a.    Bagi tenaga kerja :
1)    Akibat langsung :
·        Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
·        Cacat sebagian atau cacat total untuk selama-lamanya fisikatau mental.
·        Meninggal dunia
2)    Akibat tidak langsung :
·        Kehilangan/menurunnya kemampuan kerja
·        Kehilangan pekerjaan
b.    Bagi pengusaha :
1)    PAK yang tidak terdeteksi sering dianggap penyakit umum sehingga :
·        memerlukan biaya pengobatan yang tinggi
·        mengurangi banyak waktu kerja
·        kegiatan lebih banyak kuratif
2)    Kasus PAK terdeteksi mengakibatkan :
·        Terbuangnya waktu untuk mengurus pengobatan dan pembayaran kompensasi
·        Meningkatnya waktu kerja yang hilang
·        Menurunkan image perusahaan
·        Menurunkan motivasi kerja

4.     PENCEGAHAN PAK
            Pencegahan PAK dilakukan melalui berbagai upaya mulai dari perencanaan pembuatan tempat kerja,pengukuran faktor bahaya, pembuatan sistim pengendalian pengaman terhadap faktor bahaya, penggunaan sistem pengaman dan alat perlindung diri (APD) dan program program K3 lainnya. menurut organisasi perburuhan international (ILO) pencegahan PAK dan kecelakaan kerja dapat dilakukan melalui :
a.    Peraturan-perundangan
b.    Standarisasi
c.    Pengawasan
d.    Penelitian teknis
e.    Riset Medik
f.      Penilitian Psikologik
g.    Penelitian secara statistik
h.    Pendidikan
i.      Pelatihan
j.      Persuasi
k.    Asuransi
l.      Penerangan/sosialisasi1 s/d 11
           
5.     TINDAK LANJUT KASUS PAK
a.    Pelaporan
                        Penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja merupakan suatu kecelakaan yang harus dilaporkan. Jika terdapat penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja dalam suatu perusahaan, maka pengusaha atau dokter perusahaan harus melaporkan kepada dinas atau instansi ketenagakerjaan.
                        Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pelaporan Penyakit Akibat Kerja adalah :
1)    Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja.
Pasal 2:
·        Apabila dalam pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 di temukan penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat.
·        Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran peraturan ini.
Pasal 3 :
·        Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam waktu paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya.
·        Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja.
2)    Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kpts 333/Men/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
Pasal 3 ayat (3):
·        Setelah ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja oleh dokter pemeriksa maka dokter pemeriksa wajib membuat laporan medik.

Pasal 4:
·        Penyakit akibat kerja yang ditemukan sebagaimana dimaksudkan pasal 2 harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja, selambat-lambatnya 2 x 24 jam kepada kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
·        Laporan medik tentang penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud ayat 1 disampaikan oleh pengurus kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam amplop tertutup dan bersifat rahasia untuk dievaluasi oleh dokter penasehat sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 2 tahun 1951.

b.    Kompensasi akibat PAK
            Sebagai salah salah satu bentuk perlindungan K3 yang wajib diberikan oleh pengusaha terhadap tenaga kerjanya pengusaha diwajibkan untukmengikutkan tenaga kerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
            Setiap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja termasuk di dalamnya penyakit akibat kerja,yang bersangkutan atau ahli warisnya harus mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berupa biaya pengobatan, perawatan, rehabilitasi dan santunan cacat tetap.

0 komentar:

Posting Komentar

Feedback yang baik dari anda sangat berarti bagi kami.

Tentang Training Centre

PT PRASETYA QUALITY – Sebagai penyediakan Jasa Konsultasi, Pelatihan dan Sertifikasi yang berkualitas dan sesuai dengan standarisasi baik secara nasional dan internasional, kami yakin bahwa ProgramPelatihan Leadership yang ditawarkan akan mampu memberikan kontribusi yang maksimal kepada pihak perusahaan.
-
Ditunjang oleh tenaga ahli yang berpengalaman dan Professional dibidangnya, Kami PT PRASETYA QUALITY – Jakarta sebagai perusahaan konsultan safety akan selalu siap memberikan pelayanan yang terbaik yang sesuai dengan kebutuhan Klien. Untuk itu, kami akan selalu berusaha dan menjaga kepercayaan yang telah terjalin untuk selalu siap memfasilitasi segala keinginan Manajamen.